Sesungguhnya kaidah Islam yang paling agung dan
hakikat Islam yang paling besar; satu-satunya yang diterima dan diridloi
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa untuk hamba-hamba Nya, yang merupakan
satu-satunya jalan menuju kepada Nya, kunci kebahagiaan dan jalan
hidayah, tanda kesuksesan dan pemelihara dari berbagai perselisihan,
sumber semua kebaikan dan nikmat, kewajiban pertama bagi seluruh hamba,
serta kabar gembira yang dibawa oleh para rasul dan para nabi adalah
IBADAH HANYA KEPADA ALLAH Subhaanahu Wa Ta'aalaa SEMATA TIDAK
MENYEKUTUKANNYA, bertauhid dalam semua keinginannya terhadap Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa, bertauhid dalam urusan penciptaan, perintah-Nya
dan seluruh asma (nama-nama) dan sifat-sifat Nya. Allah Subhaanahu Wa
Ta'aalaa berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي
كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS An
Nahl: 36)
وما أرسلنا من قبلك
من رسول إلا نوحي إليه أنه لا إله إلا أنا فاعبدون
Dan
Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan
Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS Al Anbiyaa’ : 25)
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا إِلَهًا
وَاحِدًا لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Padahal
mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan.” (QS At Taubah: 31)
فَاعْبُدِ
اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ(2)أَلاَ لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
“Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya
kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (QS Az Zumar:
2-3)
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ
لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus”(QS Al
Bayyinah: 5)
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Orang yang mau mentadabburi keadaan
alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini adalah
bertauhid dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa serta taat
kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sebaliknya semua
kejelekan di muka bumi ini; fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh
dan lain-lain penyebabnya adalah menyelisihi Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam dan berdakwah (mengajak) kepada selain Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Orang yang mentadabburi hal ini dengan
sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti ini baik dalam dirinya
maupun di luar dirinya.” (Majmu’ Fatawa 15/25)
Karena kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang terpuji
ini, maka syetan adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya) untuk
menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan
membahayakan tauhid itu. Syetan lakukan hal ini siang malam dengan
berbagai cara yang diharapkan membuahkan hasil.
Jika syetan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar,
syetan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam
berbagai kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga
tidak berhasil maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bid’ah dan
khurafat. (Al Istighatsah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal 293,
lihat Muqaddimah Fathul Majiid tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin
Muhammad Ali Furayyaan, hal 4)
Setiap
dakwah Islam yang baru muncul tidak dibangun di atas tauhid yang murni
kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan tidak menempuh jalan yang telah
dilalui oleh para salaful ummah yang shalih, maka akan tersesat hina dan
gagal, meski dikira berhasil, tidak sabar ketika berhadapan dengan
musuh, tidak kokoh dalam al haqq dan tidak kuat berhadapan (dengan
berbagai rintangan).
Kita saksikan
banyak contoh-contoh dakwah yang dicatat dalam sejarah berbicara
kenyataan yang menyedihkan ini dan akhir yang buruk. Dakwah-dakwah yang
berlangsung bertahun-tahun, yang telah mengorbankan nyawa dan harta
kemudian berakhir dengan kebinasaan.
Namun seorang mu’min yang yakin dengan janji Allah yang pasti benar,
tidak akan putus asa dan menjadi kendor, tidak akan gentar menghadapi
berbagai cobaan dan tidak akan menerima jika sekian banyak
percobaan-percobaan itu berlangsung silih berganti tanpa ada manfaat
yang diambil atau jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya.
(Sebagaimana hadits dari sahabat Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari (no 6133) dan Imam Muslim (no 2998) serta Imam Ahmad dalam
Musnadnya (2/379)
Sudah ada teladan dan
contoh yang paling bagus pada diri Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam. Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman:
لقد
كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم
Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat. (QS Al Ahzaab: 21)
Inilah manhaj
pertama dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam berdakwah kepada
tauhid, memulai dengan tauhid dan mendahulukan tauhid dan semua urusan
yang dianggap penting. (Diringkas dari Muqaddimah Fathul Majiid tahqiq
DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayyaan, hal 2-6)
فضل التوحيد
(KEUTAMAAN
TAUHID)
Berbicara tentang keutamaan tauhid sebenarnya terkandung unsur
kewajiban untuk bertauhid. Sebab “tidak berarti bahwa adanya keutamaan
pada sesuatu berarti bahwa sesuatu itu tidak wajib, karena keutamaan
merupakan hasil atau buah yang ditimbulkan. Seperti sholat jama’ah yang
telah jelas keutamaannya dalam hadits Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam:
صلاة الجماعة أفضل من
صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة
“Shalat
jama’ah lebih utama daripada shalat sendiri, dua puluh tujuh derajat.”
(HR Imam Bukhari [Kitab Adzan, bab Keutamaan Shalat Jama’ah] dan Imam
Muslim (Kitab Al Masajid [masjid-masjid], Bab Keutamaan Shalat Jam’ah)
Keutamaan yang ada pada shalat jama’ah ini tidak berarti bahwa shalat
jama’ah ini tidak wajib.
Jadi tidak
selalu berarti bahwa ketika kita berbicara tentang keutamaan tauhid
berarti tauhid itu tidak wajib, sebab tauhid adalah kewajiban yang
paling pertama. Tidak mungkin suatu amal akan diterima tanpa tauhid.
Tidak mungkin seorang hamba bertaqarrub kepada Allah Subhaanahu Wa
Ta'aalaa tanpa tauhid. Sekaligus bahwa tauhid juga memiliki keutamaan.
Faidah tauhid sangat banyak, diantaranya:
1.
Tauhid adalah penopang utama yang memberikan semangat dalam melakukan
ketaatan kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa; sebab orang yang bertauhid
akan beramal untuk dan karena Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa, baik ketika
ia sendiri maupun ketika bersama orang banyak. Sedangkan orang yang
tidak bertauhid, misalnya seperti orang yang riya`, ia hanya akan
bersedekah, shalat dan berdzikir kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa
kalau ada orang yang melihatnya. Oleh karena itu sebagian ulama salaf
mengatakan: Sesungguhnya saya sangat ingin bertaqarrub kepada Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa dengan melakukan ketaatan yang hanya diketahui
oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa.
2. Orang-orang
yang bertauhid akan mendapatkan ketenangan dan petunjuk, sebagaimana
firman Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa:
الذين
ءامنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم أولئك لهم الأمن وهم مهتدون
Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman
(syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka
itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS Al An’aam ayat 82)
Ibnu
Katsir rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang-orang yang
memurnikan ibadah hanya kepada Nya semata yang tidak ada sekutu bagi
Nya, dan mereka tidak menyekutukan Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa
sedikitpun dalam berbagai hal. Mereka itulah yang akan mendapatkan
keamanan pada hari Qiamat dan mendapatkan petunjuk di dunia dan
akhirat.”
Syekh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin
–hafizhalullah- mengatakan: Firman Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa (Wahum
Muhtaduun; dan merekalah orang-orang yang mendapatkan hidayah) maksudnya
di dunia, (mendapatkan hidayah) menuju syari’at Allah Subhaanahu Wa
Ta'aalaa dengan ilmu dan amal. Mendapat hidayah dengan ilmu adalah
hidayah irsyaad, sedangkan mendapat hidayah dengan amal adalah hidayah
taufiq. Mereka juga mendapatkan hidayah di akhirat menuju surga. Hidayah
di akhirat ini, untuk orang-orang yang zhalim (mereka mendapatkan
hidayah) jalan menuju neraka jahim, sebaliknya untuk orang-orang yang
tidak zhalim mendapat hidayah jalan menuju surga (yang penuh
kenikmatan). Banyak diantara ulama tafsir yang mengatakan tentang firman
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa (أُولَئِكَ لَهُمُ الأَْمْنُ) mereka adalah
orang-orang yang mendapatkan rasa aman: Rasa aman itu di akhirat
sedangkan hidayah itu di dunia. Pendapat yang lebih tepat bahwa rasa
aman dan hidayah itu bersifat umum, baik di dunia maupun di akhirat.”
Ketika
ayat ini turun dirasakan berat oleh para sahabat -radliyallaahu
'anhum-. Mereka mengatakan: “Siapakah diantara kita yang tidak
menzholimi dirinya sendiri ?” Kemudian Rasulullah shallallaahu 'alaihi
wa sallam menjelaskan: “Maksud ayat tersebut bukan seperti yang kalian
kira, yang dimaksud zholim dalam ayat tersebut adalah syirik, tidakkah
kalian mendengar perkataan lelaki yang sholeh, Luqman:
إن
الشرك لظلم عظيم
“Sesungguhnya
syirik adalah kezhaliman yang sangat besar.” (QS Luqman: 13)
Ada
beberapa jenis zholim:
1) Zholim yang paling
besar yaitu syirik dalam hak Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa.
2)
Zholim yang dilakukan seseorang terhadap dirinya sendiri, dengan tidak
memberikan haknya, seperti orang yang berpuasa dan tidak berbuka, orang
yang shalat malam terus dan tidak tidur.
3)
Zholim yang dilakukan seseorang terhadap orang lain, misalnya memukul,
membunuh, mengambil harta dan lain-lain.
Jika tidak
ada kezholiman maka akan terwujud keamanan. Namun apakah keamanan yang
smepurna ?
Jawabannya: jika imannya sempurna dan
tidak dicampuri ma’shiyat maka akan terwujud rasa aman yang mutlak
(sempurna), jika iamnnya tidak sempurna maka yang akan terwujud adalah
rasa aman yang kurang juga.
Contohnya: Orang yang
melakukan dosa besar. Ia akan aman dari ancaman tinggal kekal di neraka,
tetapi tidak aman dari adzab yang akan menimpa dirinya, tergantung
kehendak Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa (apakah diampuni atau di adzab?).
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman:
إن
الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء
Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan
Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. (QS An Nisaa` ayat 116)
Ayat ini
(QS Luqman ayat 13) Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa nyatakan sebagai
pemutus antara Nabi Ibrahim 'alaihis salaam dengan kaumnya ketika beliau
mengatakan kepada mereka:
وكيف أخاف ما أشركتم ولا
تخافون أنكم أشركتم بالله ما لم ينزل به عليكم سلطانا فأي الفريقين أحق
بالأمن إن كنتم تعلمون
Bagaimana aku
takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah),
padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan
yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk
mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih
berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?” (QS
Al An’am: 81)
Kemudian Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa
berfirman:
الَّذِينَ ءامَنُوا وَلَمْ
يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأَْمْنُ وَهُمْ
مُهْتَدُونَ
Orang-orang yang
beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman
(syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka
itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS Al An’aam ayat 82)
الشرك
SYIRIK
Pembatal
ke-Islaman seseorang yang paling besar adalah syirik kepada Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Oleh karena itu kita temukan dalam al Qur`an
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa mengingatkan kita (agar menjauhkan) syirik,
orang-orang yang melakukan syirik dan akibat yang akan mereka rasakan,
dalam banyak ayat. Lafadz syirik dan bentukannya disebutkan
berulang-ulang dalam al Qur`an lebih dari 160 kali. Demikian juga dalam
sunnah, kita temukan sangat banyak hadits-hadits Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam yang menjelaskan bahayanya.
PENGERTIAN SYIRIK
Menurut
bahasa: Syirik adalah sebuah kata yang digunakan untuk mengungkapkan
sesuatu yang terjadi antara dua orang atau lebih.
Menurut
istilah syar’i: Syirik kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa maksudnya
menjadikan sekutu bagi Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa, baik dalam
rububiyahnya ataupun uluhiyahnya, tetapi istilah syirik lebih sering
digunakan untuk syirik dalam uluhiyahnya.
Atau:
menyamakan selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dengan Allah Subhaanahu
Wa Ta'aalaa dalam hal-hal yang menjadi hak Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa.
HUKUM SYIRIK
Syirik adalah larangan Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa yang paling besar.
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman dalam surat An Nisaa` ayat 36:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ
شَيْئًا
“Dan sembahlah Allah dan janganlah
kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.”
Syirik
juga merupakan perbuatan haram yang pertama (harus ditinggalkan). Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman dalam surat Al An’aam ayat 151:
قُلْ
تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُوا
بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلاَ تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ
مِنْ إِمْلاَقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلاَ تَقْرَبُوا
الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلاَ تَقْتُلُوا النَّفْسَ
الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ
لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Katakanlah: “Marilah
kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah
kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua
orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan
janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak
di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab)
yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu
supaya kamu memahami (nya).”
PENGGUNAKAN
KATA SYIRIK
Jika
anda mendapat istilah syirik dalam buku aqidah maka maksudnya bisa
berarti syirik akbar atau syirik ashghar. Maka anda jangan menghina
orang-orang yang mendakwahkan tauhid bahwa mereka selalu menghukumi
segala sesuatu dengan syirik. Fahamilah setiap ungkapan pada tempatnya
yang tepat.
Oleh karena itu anda perlu
mengetahui bahwa syirik dalam pengertian syar’I digunakan untuk tiga
makna:
1. Meyakini ada sekutu bagi
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dalam kekuasaan, rububiyah, mencipta,
memberi rizqi dan mengatur alam. Siapa yang meyakini bahwa ada orang
yang mengatur alam ini dan mengatur seluruh urusannya, maka ia telah
menyekutukan Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dalam rububiyah dan telah
kafir kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Dalil-dalil (argumen-argumen)
yang menunjukkan bathilnya keyakinan akan adanya dzat lain selain Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa yang memiliki hak rububiyah sangat banyak dan
begitu jelas, baik dalil yang bisa kita saksikan dari alam ini maupun
dalil sam’i (al Qur`an dan as Sunnah). Diantaranya firman Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa dalam surat Saba` ayat 22:
قُلِ
ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ لا يَمْلِكُونَ
مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَوَاتِ وَلاَ فِي الأَْرْضِ وَمَا لَهُمْ
فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ
Katakanlah:
“Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka
tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan
mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi
dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu
bagi-Nya”.
Syirik jenis ini tidak terjadi pada semua
orang kafir di zaman Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Sebagian mereka meyakini bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa adalah
pencipta dan pengatur alam. Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman:
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَْرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
Dan
sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang
menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu
mereka akan menjawab: “Allah”, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan
(dari jalan yang benar). (QS Al Ankabut: 61)
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ
الأَْرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ
لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ
“Dan
sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: "Siapakah yang
menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah
matinya?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah: "Segala puji
bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak memahami (nya).” (QS Al
Ankabut: 63)
2. Meyakini adanya dzat selain
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa yang bisa memberikan manfaat atau madlarat,
dzat ini merupakan perantara antara Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan
makhluq, maka sebagian jenis ibadah ditujukan padanya. Inilah yang
dinamakan syirik dalam uluhiyyah. Syirik inilah yang banyak dilakukan
oleh orang-orang kafir Quraisy. Mereka mengatakan tentang sembahan
mereka
مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ
لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
(mereka
berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. (QS Az Zumar: 3)
Inilah keyakinan yang tersebar di kalangan mereka,
sebagaimana friman Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dalam surat Ghafir ayat
12:
ذَلِكُمْ بِأَنَّهُ إِذَا دُعِيَ اللَّهُ
وَحْدَهُ كَفَرْتُمْ وَإِنْ يُشْرَكْ بِهِ تُؤْمِنُوا فَالْحُكْمُ لِلَّهِ
الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ
“Yang demikian itu
adalah karena kamu kafir apabila Allah saja yang disembah. Dan kamu
percaya apabila Allah dipersekutukan, maka putusan (sekarang ini) adalah
pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa menceritakan keadaan mereka dalam surat Shaad:
4-5
وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ
وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ () أَجَعَلَ الآْلِهَةَ
إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
Dan
mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul)
dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: "Ini adalah
seorang ahli sihir yang banyak berdusta”. Mengapa ia menjadikan
tuhan-tuhan itu Tuhan Yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu
hal yang sangat mengherankan.
Allah Subhaanahu Wa
Ta'aalaa menceritakan bahwa tauhid kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa
dan meninggalkan syirik adalah sebab diutusnya para rasul. Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman dalam surat Ar Ra`d ayat 36:
قُلْ
إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا أُشْرِكَ بِهِ إِلَيْهِ
أَدْعُو وَإِلَيْهِ مَآبِ
“Katakanlah:
“Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak
mempersekutukan sesuatupun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru
(manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali”.
Syirik
akan merusak dan menghapus semua amal dan hal ini berlaku pada seluruh
umat. Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman dalam surat Az Zumar ayat
65:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan
sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah
amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”
Oleh
karena itu Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa memerintahkan (hamba-hamba Nya)
untuk beribadah kepada Nya dan melarang menyekutukan (syirik kepada)
Nya dalam banyak ayat:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ
وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
“Dan sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.” (QS An
Nisaa` ayat 36)
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي
كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, (QS An
Nahl ayat 36)
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَابَنِي
ءَادَمَ أَنْ لاَ تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
() وَأَنِ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ
“Bukankah
Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak
menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi
kamu”. dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.” (QS
Yasiin ayat 60-61)
3. Mempertimbangkan (dapat
perhatian, pujian dan lain-lain) dari selain Allah Subhaanahu Wa
Ta'aalaa dalam perkataan maupun perbuatan. Adapun mempertimbangkan
perhatian atau pujian dalam perbuatan seperti riya yang dilakukan oleh
orang yang rajin ibadah, misalnya ketika shalat, ia panjangkan berdiri,
ruku’ dan sujudnya kemudian ia tampakkan kekhusyu’annya di hadapan orang
banyak, ketika ia puasa, ia tampakkan bahwa dirinya sedang puasa,
misalnya dengan mengatakan: “Apa anda tidak tahu bahwa hari ini Senin
(atau Kamis) ?” “Apa anda tidak puasa ?” Atau ia katakan: “Hari ini saya
undang anda untuk berbuka puasa bersama ?” Demikian pula haji dan
jihad. Ia pergi haji dan jihad tetapi tujuannya riya`.
Riyanya
orang-orang yang cinta dunia seperti orang yang angkuh dan sombong
ketika berjalan, memalingkan mukanya atau menggerakkan kendaraannya
dengan gerakan khusus.
Riya` dengan teman atau orang
yang berkunjung ke rumahnya, seperti orang yang memaksakan diri meminta
seorang ‘alim atau seorang yang dikenal ahli ibadah untuk datang ke
rumahnya agar dikatakan bahwa fulan telah mengunjungi rumahnya, atau
sebaliknya ia kunjungi mereka (orang-orang ‘alim dan ahli ibadah) agar
dikatakan bahwa kami telah mengunjungi fulan atau kami telah bertemu
dengan ‘alim fulan dan yang lainnya.
Sedang riya
dengan perkata yang dilakukan oleh orang-orang ahli agama seperti orang
yang memberikan nasehat di majlis-majlis, kemudian ia menghafal
hadits-hadits dan atsar-atsar khusus untuk acara-acara tertentu agar
bisa berbicara dan debat dengan orang-orang, sehingga tampak di hadapan
mereka bahwa ia memiliki pengetahuan tentang hal-hal tersebut, tampak di
hadapan mereka bahwa ia memiliki ilmu yang kuat dan perhatian yang
besar terhadap keadaan ulama-ulama salaf, tetapi ketika kita lihat di
rumahnya bersama keluarganya, ia adalah orang jauh dari keadaan
tersebut. Contoh lain adalah menggerak-gerakkan kedua bibir untuk
berdzikir di hadapan orang banyak dan menampakkan kemarahan terhadap
kemunkaran di hadapan orang, tetapi ketika ia berada di rumah ia tidak
mengingkari atau lalai melakukan hal tersebut.
Semua
perbuatan ini mengurangi kesempurnaan tauhid dan ikhlas.
Sangat
banyak dalil-dalil yang menunjukkan tercelanya perbuatan ini,
diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Sa’id al
Khudri, ia berkata: Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ألا
أخبركم بما هو أخوف عليكم عندي من المسيح الدجال ؟ قال: قلنا: بلى, قال:
الشرك الخفي أن يقوم الرجل يصلي فيزين صلاته لما يرى من نظر رجل.
“Maukah
kalian saya beritahu tentang perbuatan yang bagi saya itu lebih saya
takuti daripada Al Masih Ad Dajjal? Kami katakan: Ya,” Ia berkata:
“Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Syirik khafiyy
(yang tersembunyi) yaitu seseorang mengerjakan shalat kemudian ia
perbaiki shalatnya karena ia mengetahui ada orang yang melihatnya.”
(Menurut Syaikh Al Albani rahimahullah hadits ini hasan. Shahih Sunan
Ibni Majah 2/310 hadits no 3389).
Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
من
سمع سمع الله به ومن راءى راءى الله به
“Siapa
yang memperdengarkan amalnya maka Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa akan
memperdengarkan (aibnya) dan siapa yang riya` maka Allah Subhaanahu Wa
Ta'aalaa akan akan menampakkan (aibnya pada hari Qiamat.”
MACAM-MACAM SYIRIK
Para ulama
berbeda pendapat dalam mengungkapkan pembagian syirik meski intinya
tidak terlepas dari tiga penggunaan kata syirik yang telah dibahas di
atas. Namun pembagian yang merangkum semuanya bisa kita katakan bahwa
syirik terbagi menjadi dua:
1. Syirik Akbar.
Syirik
ini terbagi menjadi dua:
1) Syirik yang
berkaitan dengan dzat Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa atau syirik dalam
rububiyah Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Syirik ini terbagi lagi menjadi
dua:
(1) Syirik dalam ta’thil, seperti syirik yang
dilakukan oleh Fir’aun dan orang-orang atheis.
(2)
Syirik yang dilakukan oleh orang yang menjadikan sembahan lain selain
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa tetapi tidak menafikan asma (nama-nama),
sifat-sifat dan rububiyah Nya, seperti syirik yang dilakukan oleh
orang-orang Nashrani yang menjadikan Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa
sebagai salah satu dari tiga Tuhan (trinitas).
2)
Syirik yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa
atau syirik dalam uluhiyyah. Syirik ini ada empat jenis:
(1)
Syirik dalam berdo’a; yaitu berdo’a kepada selain Allah Subhaanahu Wa
Ta'aalaa.
(2) Syirik dalam niat, keinginan dan
kehendak. Beramal karena ditujukan kepada selain Allah Subhaanahu Wa
Ta'aalaa menyebabkan pahalanya hilang.
(3) Syirik
dalam keta’atan; yaitu seorang hamba taat kepada makhluk dalam perbuatan
ma’shiyat kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa.
(4)
Syirik dalam mahabbah; yaitu seorang hamba mencintai makhluk seperti
cintanya kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa.
2.
Syirik Ashghar.
Syirik Ashghar terbagi menjadi dua:
1) Yang Zhahir (tampak);
-
mengerjakan amal dengan riya`. Melakukan perbuatan untuk selain Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa yang zhahir (tampak)nya untuk Allah Subhaanahu Wa
Ta'aalaa, tetapi dalam hatinya tidak ikhlas karena Allah Subhaanahu Wa
Ta'aalaa.
- dengan ucapan, seperti bersumpah
dengan selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa, perkataan: Ma Syaa Allah wa
Syi`ta.
2) Yang Khafiyy (samar);
Yaitu
sesuatu yang kadang-kadang, terjadi dalam perkataan atau perbuatan
manusia tanpa ia sadari bahwa itu adalah syirik. Hal ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Abbas -radliyallaahu 'anhuma-
bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
الشرك
فى أمتي أخفى من دبيب النمل على الصفا
“Syirik
bagi umatku lebih halus (samar) dari pada barjalannya semut di atas
batu yang licin (hitam).” (Hadits ini dishahihkan oleh Syekh Al Albani
dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, hadits no 3730 dan 3731)
Karena
begitu halusnya syirik ini sehingga para sahabat bertanya pada
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bagaimana caranya terhindar
dari syirik ini? Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Katakanlah (Bacalah) oleh kalian semua
اللهم إنا
نعوذبك من أن نشرك بك شيئا نعلمه ونستغفرك لما لا نعلمه
“Ya
Allah, kami berlindung kepada Mu dari perbuatan (kami) menyekutukan Mu
dengan sesuatu yang kami ketahui dan kami memohon ampunan kepada Mu dari
sesuatu yang tidak kami ketahui.” (HR Imam Ahmad 4/403 dan Ath Thabrani
dalam Mu’jam Kabir dan Ausathnya sebagaimana dikatakan oleh Al Haitsami
10/223-224. Al Haitsami mengatakan: Rawi-rawinya Imam Ahmad adalah
rawi-rawi shahih selain Abu Ali dan ia dianggap tsiqah oleh Ibnu
Hibban).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar